Kuhancurkan tulang-tulangku, tetapi aku tidak membuangnya sampai aku mendengar suara cinta memanggilku dan melihat jiwaku siap untuk berpetualang.
Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan kerana alasan duniawi dan dipisahkan di hujung bumi, namun jiwa ada di tangan cinta, terus hidup sampai kematian datang dan menyeret mereka kepada Tuhan.
Jangan menangis kekasihku, janganlah menangis dan berbahagialah, kerana kita diikat bersama dalam cinta. Hanya cinta yang indah, kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat dikatakan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti isyarat yang dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikanya tiada.
Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang.
Apa yang telah kucintai laksana anak kini tak henti-hentinya aku mencintai, dan apa yang kucintai kini, akan kucintai sampai akhir hidupku, kerana cinta ialah semua yang dapat kucapai, dan tak akan ada yang akan mencabut diriku daripadanya.
Kelmarin aku sendirian di sini kekasih, dan kesendirianku sebengis kematian. Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara, di dalam pikiran malam. Hari ini aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari dan ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan sekecup ciuman.
Wahai langit tanyakan padanya...
mengapa dia menciptakan sekeping hati ini, begitu rapuh dan mudah terluka saat dihadapkan dengan duri-duri cinta?
Begitu kuat dan kukuh, saat berselimut cinta dan rasa.
Mengapa dia menciptakan rasa sayang dan rindu di dalam hati ini, mengisi kekosongan didalamnya,
menimbulkan segudang tanya, menghimpun berjuta rasa, memberikan semangat, juga meninggalkan kepedihan yang tak terkira?
Mengapa dia menciptakan kegelisahan dalam relung jiwa, menghimpit bayangan, tak berdaya melawan gejolak yang menerpa?
Wahai ilalang, pernahkah kau merasakan rasa yang begitu menyiksa ini? Mengapa kau hanya diam? Katakan padaku sebuah kata yang bisa meredam gejolak hati ini, sebagai pengubat untuk rasa sakit yang tak terkendali.
Desiran angin membuat berisik dirimu, seolah ada sesuatu yang kau ucapkan padaku, aku tak tau apa maksudmu, hanya menduga.
Bisikanmu mengatakan ada seseorang di balik bukit sana menunggumu dengan setia, menghargai apa erti cinta. Hati yang terjatuh dan terluka, merobek malam, menoreh seribu duka, kukepakkan sayap-sayap patahku mengikuti hembusan angin yang berlalu menancapkan rindu disudut hati yang beku. Dia retak hancur bagai serpihan cermin... berserakan sebelum hilang diterpa angin.
Sambil terduduk lemah kucuba kembali mengais sisa hati bercampur baur dengan debu, ingin kurengkuh, kugapai kepingan hati... hanya bayangan yang kudapat.
Ia menghilang saat matahari turun dari peraduannya, tak sanggup kukepakkan kembali sayap ini. Ia telah patah tertusuk duri-duri yang tajam, hanya bisa meratap... meringis ... mencuba menggapai sebuah pegangan.